BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Agama memiliki
peran yang sangat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi pemandu
dalam upaya mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat.
Dalam agama islam mengajarkan ibadah khususiah maupun umumiah. Ibadah khususiah
ialah muamalat dan ma’alah artinya ibadah dengan Allah, seperti sholat, zakat,
puasa, haji dsn sebagainya. Dalam agama islam yang menjadikan unsur terpenting
dari agama adalah melaksanakan sholat lima waktu, karena itu adalah wahyu Allah
yang secara lamgsumg disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui isro’
mi’roj.
Rasulullah bersabda:
Shalat itu adalah tiangnya agama,
barang siapa yang mendirikannya maka berarti ia telah mendirikan
agama, dan barang siapa meninggalkannya berarti ia telah meruntuhkan
agama
´ (Al-Hadits).Bahkan hal ini dipertegas oleh firman Allah SWT.:
Artinya:
Jagalah (peliharah) segala shalat(mu) dan
(peliharalah) shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan
khusyu
(Al-Baqarah [2]: 238).
Dalam syariat
islam adzan adalah sunnah untuk dilakukan, karena subtansi dari adzan sendiri
hanya memberitahukan kepada umat muslim kalau datangnya sholat telah tiba
dengan suara yang telah di kumandangkan muadzin.
Sesungguhnya
itu disyariatkan untuk mengumumkan datangnya waktu sholat dan untuk mengundang
umat agar datang ke masjid guna melaksanakan sholat. Dalam
makalah ini kami akan membahas tentang Adzan, iqamah dan sholat berjama’ah.
B.
Rumusan masalah
Rumusan
masalah dalam makalh ini adalah:
1.
Bagaimana ketentuan adzan dan iqamah ?
2.
Bagaimana ketentuan sholat berjamaah ?
3.
Bagaimana ketentuan makmum masbuq ?
4.
Bagaimana cara mengingatkan imam yanag lupa ?
5.
Bagaimana cara mengingatkan imam yang batal ?
6.
Bagaimana cara mempraktikkan Adzan, Iqamah dan sholat berjama’ah ?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Menjelaskan Ketentuan Adzan dan
Iqamah
a.
Ketentuan adzan
Adzan menurut bahasa
Arabnya ialah : I’lam atau pemberitahuan.
Adapun pengertiannya menurut syara’ ialah : pemberitahuan telah masuk
waktu sholat, dengan bacaan khusus. Dan orang yang mengumandangkan adzan
disebut Muadzin.
Adapun persyaratan adzan
yang disyariatkan pada tahun pertama hijrah Nabi dari Mekah ke Madinah.
Siapa yang menantang pensyariatannya, maka dia telah kafir.[1]
v Bacaan Adzan yaitu:
·
Allah maha besar- Allah maha besar (2x) اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
·
Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selai Allah (2x)
اَشْهَدُاَنْ
لاَاِلهَاِلاَّاللهُ
·
Aku bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah utusan Allah
(2x) اَشْهَدُاَنْ مُحَمَّدًارَسُوْلُ اللهِ
·
Mari kita mendirikan salat (2x)
حَيَّ عَلَىِ الصَّلاَةِ
·
Mari kita meraih kemenangan (2x)
حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ
·
Allah maha besar Allah maha besar اَللهُ اَكْبَرُ اَللهُ اَكْبَرُ
·
Tidak ada Tuhan selain Allah
لاَاِلهَاِلاَّاللهُ
·
Khusus untuk salat subuh, maka setelah bacaan: حَيَّ
عَلَى الْفَلاَحِ
·
Ditambah bacaan: الصَّلاَةُ
خَيْرٌمِنَ النَّوْمِ
Cara
menjawab adzan ialah mengikuti dengan suara pelan apa yang diucapkan muadzin,
kecuali ketika muadzin mengumandangkan حَيَّ عَلَىِ الصَّلاَةِ
dan حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِmaka
jawabannya adalah: لاَحَوْلَ وَلاَّقُوَّةَ
اِلاَّبِاللهِالْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ dan pada adzan subuh set elah muadzin mengumandangkan: الصَّلاَةُ خَيْرٌمِنَ النَّوْمِ maka jawabannya adalah:
صَدَقْتَ وَبَرَرْتَ وَاَنَاعَلَى ذَلِكَ مِنَ
الشَّاهِدِيْنَ
Menjawab adzan hukumnya sunah bagi orang yang
mendengarnya, walaupun dia dalam keadaan junub, haid atau nifas.
Dalam
hadist yang diriwayatkan oleh Jabir r.a. bahwa Rosulullah bersabda yang artinya
:
“ Barang siapa yang berdoa ketika mendengar adzan, “ Ya Allah
TUhan panggilan yang sempurna dan sholat yang akan ditunaikan ini. Berikanlah
wasilah dan keutamaan kepada Nabi Muhammad, serta bangkitkanlah beliau dalam
keadaan mulia sebagaimana yang telah engkau janjikan, “ niscaya dia akan
mendapatkan syafaatku kelak pada hari Kiamat.” [2]
v Syarat-syarat muadzin yaitu:
ü Jujur
ü Bersuara keras
ü Mengetahui waktu-waktu salat
ü Mengumandangkan waktu azan ditempat yang tinggi/menara
ü Memasukkan kedua tangannya ke kedua telinganya
ü Menoleh ke kanan dan ke kiri dengan mengucapkan
ü Menoleh ke kanan:حَيَّ عَلَى الصَّلاَةِ menoleh ke kiri: حَيَّ
عَلَى الْفَلاَحِ
ü Tidak mengambil bayaran dari azannya kecuali kas negara atau dana
wakaf
b.
Ketentuan Iqamah
Bacaan iqamah sama dengan bacaan azan,
hanya pada bacaan iqamah diucapkan sekali dan sesudah bacaan : حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ditambah dengan bacaan
: قَدْ قَا مَتِ الصَّلاَةِ
v Syarat-syarat Iqamah yaitu:
1)
Hampir sama dengan syarat Adzan, kecuali mengenai dua
hal, yaitu :
a.
Laki-laki, tidak jadi syarat dalam Iqamah.
b.
Wanita boleh Iqamah untuk dirinya.
2)
Iqamah haruslah bertalian dengan shalat, menurut
pendapat umum. Tapi, adzan tidak demikian. Andaikan seorang iqamah untuk salat
dan sudah itu berbicara lain, minum, makan, atau lainnya, lalu shalat tanpa
iqamah kembali, shalat itu sah, karena dia sudah melakukan sunah iqamah
tadinya.[3]
v Tenggang antara waktu adzan dan Iqamah yaitu:
1)
Hendaklah muadzin dusuk antara adzan dan iqamah,
sekedar dating orang yang menekuni salat berjamaah ke tempat itu dan
memperhatikan waktu sholat yang afdhal atau utama, kecuali pada sholat maghrib.
2)
Batas antara adzan dengan iqamah dalam sholat maghrib,
hanya selama membaca tiga ayat.[4]
2.
Menjelaskan ketentuan
sholat berjamaah
Shalat jamaah adalah salat yang dilakukan oleh lebih
dari satu orang secara bersama-sama yang tidak memiliki uzur untuk
melaksanakannya. Hukum salat jamaah adalah sunah mu’akad, yaitu sunah yang
sangat dianjurkan kepada orang-orang beriman yang tidak mempunyai uzur untuk
menghadirinya. Salat berjamaah lebih baik dari pada salat sendirian berdasarkan
hadis Nabi Muhammad saw.
صَلاَةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ مِنْ
صَلاَةِ الفَذَّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ دَرَجَةً (رواه البخارى ومسلم)
Artinya: ”salat berjama’ah lebih utama dari pada salat
sendirian, yaitu mendapat pahala 27 derajat”. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Hukum
sholat berjamaah ialah sunat muakkad ( sunat yang dikuatkan ), yaitu dibawah
wajib dan diatas sunat biasa. Diantara dalil naqlinya, ialah sabda Rosul SAW
dari ibnu Umar, bahwa beliau bersabda yang artinya:
” Shalat berjamaah itu lebih baik
dari sendirian dengan dua puluh tujuh derajat.”
( Hr. Muttafaqun ’alaih atau Bukhari dan Muslim).[5]
Salat berjama’ah itu terdiri dari imam dan
makmum. Imam artinya pemimpin, imam dalam salat adalah orang yang memimpin
salat dan berdiri paling depan, sedangkan makmum adalah orang yang dipimpin
atau orang yang diimami dalam salat berjamaah. Adapun syarat-syarat imam dan
makmum adalah sebagai berikut:
·
Syarat-syarat imam salat:
1. Laki-laki, adil, dan fasih (pakar
ilmu agama)
2. Orang yang kaya akan hafalan
ayat-ayat Al-Qur’an dan yang lebih fasih membacanya daripada yang lainnya
3. Orang yang mendapat simpati atau
disepakati oleh para jamaah, artinya bukan orang yang dibenci atau dijauhi oleh
jamaah
4. Orang yang paling berhak menjadi
imam orang yang paling ahli tentang Al-Qur’an, agama Allah, dan paling besar
ketakwaannya, dan juga orang yang lebih tua usianya.
·
Sedangkan syarat menjadi makmum yaitu:
1. Makmum hendaklah niat mengikuti
imam
2. Makmum hendaknya berdiri agak
kebelakang imam
3. Makmum hendaklah mengikuti imam
dalam segala gerakan salat dan dilarang mendahuluinya
4. Keduanya berada dalam satu tempat
salat
5. Mengetahui gerakan imam walaupun
lewat takbir intiqal
·
Hikmah salat berjamaah:
1. Menumbuhkan sikap pentingnya taat
dan patuh pada pimpinan
2. Pemimpin tidak selamatnya benar, jika pemimpin
salah maka bawahan harus mengingatkan dan pemimpin juga harus mau diingatkan
3. Disisplin dalam keputusan terhadap
pemimpin dan peraturan
4. Menumbuhkan sikap tenggang rasa,
sosial, dan saling menghargai dan memaafkan
5. Meningkatkan ukhuwah Islamiyah
·
Cara Berdiri Imam Bersama Makmumnya
Bila seorang laki-laki atau anak kecil yang telah mumayyiz berada
bersama imam, maka hendaklah orang itu disunatkan agar berdiri dikanan imam dan
agak kebelakang sedikit dari imam. Makruh apabila seorang makmum sebaris dengan
imamnya. Bila makmum dua orang, maka mereka ber saf di kiri atau di belakang
imam.
Bila makmum terdiri dari dua laki-laki, khusta, dan beberapa
perempuan, maka saf laki-laki lebih depan dari anak laki-laki. Sudah itu di saf
belakang ( kedua ) berdiri anak-anak. Dan selanjutnya saf belakang ditempati
saf khusta dan perempuan.
Imam hendaklah berdiri di tengah-tengah kaumnya. Bila dia berdiri
berat ke kiri atau ke kanan, maka dia telah melanggar sunnah Rasul SAW pada saf
pertama hendaklah berdiri tokoh-tokoh kaum, sehingga mereka patut itu jadi
imam, pada waktu imam berhadast dan lainnya.[6]
3.
Menjelaskan Ketentuan Makmum Masbuk
Makmum Masbuk adalah makmun yang tidak sempat
membaca fatihah dengan sempurna, ketika imam berdiri sebelum ruku’, atau makmum
yang datang terlambat. Adapun cara salat berjamaah bagi makmun masbuk adalah:
a. mengikuti gerakan imam yang
ditemuinya
jika seorang memasuki masjid dan
melihat salat telah dimulai, ia harus segera meniru apapun gerakan imam yang ia temui, rukuk, sujud,
duduk, atau berdiri.
b. rukun dihitung satu rakaat
jika seorang mendapati imam rukuk,
kemudian ia rukuk bersamanya sebelum imam mengangkat kepalanya dari rukuk, ia
dihitung mendapatkan satu rakaat.
c. contoh cara melaksanakan masbuk
seseorang mendapatkan satu rakaat
salat Magrib bersama imam, maka ia berdiri mengerjakan dua rakaat sisanya.
Sabda Rasulullah saw:
وَمَا فَتَا كُمْ فَاقْضَوْا (رواه البخارى) "
”Dan apa yang hilang dari kalian, maka gantian"
Makmum masbuq seperti orang yang sholat
sendiri kecuali dalam empat kasus, dan ia dihukumi seperti makmum biasa.
1. Ia tidak boleh makmum kepada orang
lain ataupun orang menjadi makmumnya.
2. Jika ia bertakbir dengan berniat
memulai sholat baru lalu memotong niatnya, maka sama saja ia memulai, dan
memotong niat sholat pertama, berbeda halnya dengan orang yang sholat
sendirian.
3. Jika ia menyelesaikan rakaat yang tertinggal,
sedang imam harus melakukan sujud sahwi, meski sebelum ia menjadi makmum, maka
ia harus kembali dan ikut sujud bersama imam selama rakaat yang sedang
diselesaikannya itu belum terikat dengan satu sujud.[7]
Adapun hukum
makmum masbuk, disunnahkan baginya untuk tidak terlalu sibuk dengan hal-hal
sunnah setelah takbiratul ihram, tetapi dengan al-fatihah, kecuali jika ia
memikirkan bahwa ia bisa membaca al-Fatihah meski ia sibuk melakukan yang
sunah.
Jika makmum masbuq sibuk dengan sunah, seperti membaca doa
pembuka ( Taawwudz), ia wajib membaca fatihah sekedarnya. Kemudian jika ia
telah selesai dari bacaannnya dan bisa melakukan ruku’ dengan tenang dan yakin
bersama imam, maka terhitung ia telah mendapatkan satu rakaat.
Kemudian jika makmum sadar kalau dia telah
meninggalkan bacaan fatihah, ataupun ragu, sedang imam telah ruku’ dan ia tidak
ikut ruku’ maka makmum masbuk wajib membaca al-Fatihah untuk menjaga keadaannya
dan dia dianggap tertinggal karena keadaan udzur.
Disunnahkan kepada makmum masbuq yang
tertinggal dua rakaat pertama atau salah satunya, hendaknya membaca surat
al-Fatihah pada dua rakaat terakhir atau pertama dari keduanya, agar sholatnya
tidak kosong dari bacaan surah.[8]
4. Menjelaskan cara mengingatkan imam yang lupa
Imam adalah seseorang yang memimpin salat jamaah, ia adalah
manusia biasa yang kadang salah dan lupa ketika ia menjadi imam salat. Apabila
mendapatkan imam yang sedang lupa, baik berkaitan dengan bacaan maupun gerakan
salat, hendaknya makmun mengingatkan imamnya. Berikut ini beberapa cara menegur
imam.
a.
makmum membaca tasbih ( سُبْحَا
نَ الله)
jika imam salah dalam gerakan salat, makmum lelaki, khususnya yang
berada didekat imam, mengingatkan imam dengan cara membaca tasbih.
b.
makmum menepuk tangan atau membaca tasbih
cara
ini dilakukan makmum wanita untuk mengingatkan imam yang salah dalam gerakan
salat, dan dapat juga mengingatkan imam dengan cara membaca tasbih, tetapi
lebih diutamakan dengan cara menepuk tangan.
c.
makmum membetulkan bacaan imam
jika
imam salah membaca ayat Al-Qur’an, makmum membenarkan imam dengan cara
mengucapkan bacaan ayat yang benar.
Sebagaimana
dalam kitab At Tadzhib halaman 63 sebagai berikut:
وَإذَا أَنَابَهُ شَيءٌ فِى الصَّلاةِ سَبَّحَ.اى إِذَا حَصَلَ
لإِمَامِهِ أو غَيْرِهِ شَيْءٌ وَأرَدَ اَنْ يُنَبِّهَهُ قَالَ: سُبْحَانَ اللهِ.
لِمَا رَوَاه البُخَارِى (652) والمُسْلِم (421) عَنْ سَهْلِ ابْنِ : أنَّ رَسُولَ
اللهِtسَعْدٍ صلى الله عليه وسلم قَالَ:
مَنْ راَبَهُ شَيْءٌ فِى صَّلاَتِه فَليُسَبِّحْ. فَإِنَّهُ إذَا سَبَّحَ
أُلْتُفِتَ إِلَيْهِ. وَإِنَّمَا تَصْفِيْقُ لِلنَّسَاءِ.
Artinya
: Apabila terjadi bagi imamnya atau lainnya sesuatu dan dia(orang yang sedang
salat) ingin mengingatkannya, maka dia membaca: Subhanallah, berdasar apa yang
al Bukhori dan Muslim telah meriwayatkannya dari Sahal bin Saad RA, bahwa
Rasulullah saw telah bersabda: 'Barang siapa yang ragu-ragu dalam suatu perkara
yang ia ingin mengingatkannya, dalam waktu ia salat, maka hendaklah ia membaca
tasbih. Karena sesungguhnya jika dia membaca tasbih dia akan diperhatikan.
Sesungguhnya bagi wanita adalah menepukkan punggung telapak tangan kiri pada
bagian dalam telapak tangan kanan.'
5.
Menjelaskan cara mengingatkan imam yang batal
Apabila mendapatkan imam yang batal, maka cara mengingatkannya
adalah sama dengan cara mengingatkan imam yang lupa:
Berikut ini beberapa cara
menegur imam.
a.
makmum membaca tasbih ( سُبْحَا
نَ الله)
jika imam salah dalam gerakan salat, makmum lelaki, khususnya yang
berada didekat imam, mengingatkan imam dengan cara membaca tasbih.
b.
makmum menepuk tangan atau membaca tasbih
cara
ini dilakukan makmum wanita untuk mengingatkan imam yang salah dalam gerakan
salat, dan dapat juga mengingatkan imam dengan cara membaca tasbih, tetapi
lebih diutamakan dengan cara menepuk tangan.
c.
makmum membetulkan bacaan imam
jika
imam salah membaca ayat Al-Qur’an, makmum membenarkan imam dengan cara
mengucapkan bacaan ayat yang benar.
Apabila seseorang menjadi imam dan tidak
dapat melaksanakan tugasnya sampai selesai karena suatu sebab, salah seorang
makmum yang ada dibelakang imam tersebut menggantikan imam yang batal dan
melanjutkan memimpin salat berjamaah sampai selesai. Dalam sebuah hadis riwayat
Imam Bukhari dari Amar bin Maimun dikatakan: "Pagi hari ditikamnya Umar, antara
dia dan aku tak ada orang lain kecuali Abdullah bin Abbas. Tidak lama setelah
Umar bertakbir, tiba-tiba saja aku mendengar ia berteriak sewaktu kena
tikam,’Aku dibunuh atau dimakan anjing!’ Aku lihat Umar menarik Abdurahman bin
Auf supaya maju ke depan (menggantikan Umar sebagai imam) Abdurahman lalu
melanjutkan salat berjamaah secara singkat."(H.B.Bukhari).
Tata caranya adalah imam menarik baju seorang
makmum dibelakangnya meskipun makmum itu datang terlambat ( masbuq ) dan
menuntunnya ke mihrab. Akan tetapi, penunjukkan pengganti imam kepada makmum
mudrik itu lebih utama. Selanjutnya, mundur membungkuk sambil menaruh tangannya
diatas hidung, seraya menggambarkan bahwa sesuatu telah keluar dari hidungnya.
Pergantian ini dilakukan dengan isyarat bukan dengan kata-kata, lalu imam
menunjukkan dengan jemarinya jumlah rakaat yang tersisa. Selanjutnya ia memberi
isyarat dengan meletakkan tangannya diatas lututnya, yang berarti ia meninggalkan
ruku’. Jika ia meletakkan tangannya diatas dahi, berarti ia ia meninggalkan
sujud, sedang jika ia meletakkan tangannya diatas mulutnya, berarti
meninggalkan bacaan surah.[9]
6. Mempraktikkan Adzan, Iqamah, dan
Sholat jama’ah
1. Pilih
dua siswa untuk maju didepan kelas untuk melaksanakan adzan dan iqamah,
sedangkan siswa yang lain mendengarkan adzan dan menjawabnya.
2. Pilih satu siswa untuk melaksanakan praktik
menjadi imam, siswa yang lain dibagi dua kelompok. Kelompok pertama menjadi
makmum muwafiq, dan kelompok kedua menjadi makmum masbuq.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ø Adzan
menurut bahasa Arabnya ialah : I’lam atau pemberitahuan. Adapun pengertiannya menurut syara’ ialah :
pemberitahuan telah masuk waktu sholat, dengan bacaan khusus. Dan orang yang
mengumandangkan adzan disebut Muadzin.
Ø Bacaan iqamah sama dengan bacaan azan, hanya pada bacaan iqamah
diucapkan sekali dan sesudah bacaan : حَيَّ عَلَى الْفَلاَحِ ditambah dengan bacaan
: قَدْ قَا مَتِ الصَّلاَةِ
·
Hikmah salat berjamaah:
-
Menumbuhkan sikap pentingnya taat dan patuh pada pimpinan
-
Pemimpin tidak selamatnya benar, jika pemimpin salah maka
bawahan harus mengingatkan dan pemimpin juga harus mau diingatkan
-
Disisplin dalam keputusan terhadap pemimpin dan peraturan
-
Menumbuhkan sikap tenggang rasa, sosial, dan saling
menghargai dan memaafkan
-
Meningkatkan ukhuwah Islamiyah
[1] Drs. H. Kahar Masyhur, Shalat Wajib Menurut
Madzhab Yang Empat, ( Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004 ), hlm. 181-182
[2] Abdul Halim Mahmud, Selalu Dekat Dengan Allah,
( Jakarta: Gema Insani, 2009), hlm.65
[3] Ibid, hlm. 191-192
[4] Ibid, hlm. 194
[5] Ibid, hlm. 329
[6] Ibid, hlm.331-332
[7] Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili, Fiqih Islam 2, (
Depok: Gema Insani, 2007), hlm.336
[8] Ibid, hlm. 340-341
[9] Ibid, hlm. 367
Tidak ada komentar:
Posting Komentar