1. Syarat Haji dan Umrah
a. Pengertian
Syarat
Menurut bahasa adalah (ربط) yang
artinya mengikat. Ibnu Manzhur dalam Lisan al-Arab menjelaskan
bahwa Syarat adalah:
Artinya:
Yang mengharuskan sesuatu dan menjadikan
keharusannya.
Menurut Istilah fikih, syarat sering diartikan
sebagai berikut:
مَا يَلْزَمُ
مِنْ عَدَمِهِ العَدَمُ وَلاَ يَلْزَمُ مِنْ وُجُوْدِهِ
وُجُوْدٌ وَلاَ عَدَمٌ لِذَاتِهِ.[2]
Artinya:
Ketiadaan sesuatu tidak mengharuskan ketiadaan
yang lain dan adanya dia tidak mengharuskan ada dan tidak adanya yang lain.
b. Syarat wajib Haji dan Umrah
Syarat wajib Haji dan Umrah menurut pandangan
jumhur fuqaha adalah:
1) Islam
2) baligh
3) berakal
sehat
4) merdeka (bukan hamba sahaya), dan
5) mampu (istitha’ah).
Syarat
tersebut di atas disepakati oleh empat mazhab kecuali Imam Malik yang
menyatakan syarat wajib haji dan umrah hanya satu yaitu Islam.[3]
c. Syarat sahnya haji dan umrah
Mengenai syarat sahnya haji dan umrah terdapat
beberapa pendapat di kalangan ulama:
1) Menurut Mazhab Hanafi, syarat sahnya haji dan
umrah adalah:
a) Islam
b) Ihram
c) Dilaksanakan
pada waktu dan tempat yang tepat
2) Menurut
Mazhab Maliki
Syarat
sahnya haji dan umrah hanya satu, yaitu Islam.[4]
3) Menurut
mazhab Syafi’i dan Hambali, syarat sahnya haji dan umrah adalah:
a) Islam, maka tidak sah hajinya/umrahnya orang
selain muslim
b) Mumayyiz (sudah dapat membedakan antara yang
baik dan buruk), anak yang belum mumayyiz tidak sah hajinya/umrahnya.
c) Dilaksanakan pada waktu dan tempat yang telah
ditentukan.
Empat
Imam Mazhab sepakat mensahkan wali bagi si anak yang belum mumayyiz mewakili
ihramnya, menghadirkannya di Arafah, meluntar jamrah baginya serta membawanya
thawaf dan sa’i.[5]
2. Rukun Haji
a. Pengertian
Rukun
Menurut bahasa (الركن) berarti
sisi/unsur pokok dari sesuatu.[6] Adapun menurut istilah rukun adalah:
مَا يَقُوْمُ بِهِ ذَالِكَ
الشَّيْئُ مِنَ التَّقَوُّمِ إِذْ قَوَّامُ
الشَّيْئِ بِرُكْنِهِ لاَ مِنَ القِيَامِ. [7]
Artinya:
Apa yang menopang berdirinya sesuatu, karena
sesuatu itu berdiri dengan unsur pokoknya (rukun) bukan karena berdiri sendiri.
b. Rukun Haji
Rukun haji adalah amalan-amalan haji yang
apabila ditinggalkan maka batal hajinya. Dalam hal ini, di antara para fuqaha
terdapat perbedaan pendapat;
1) Menurut Mazhab Hanafi, rukun haji ada dua,
yaitu:
a) wukuf di
Arafah; dan
2) Menurut
Mazhab Maliki dan Hambali, rukun haji ada empat, yaitu:
a) ihram
b) thawaf ifadhah
c) sa’i, dan
3) Menurut
Mazhab Syafi’i ada enam,yaitu:
a) Ihram;
b) Thawaf
Ifadhah;
c) Sa’i
d) Wukuf
di Arafat (hari Arafah).
e) Memotong/menggunting
rambut
f) Tertib
Yang
dimaksud tertib di sini adalah mendahulukan ihram dari semua amalan haji.
Melaksanakan wukuf sebelum thawaf Ifadhah dan menggunting rambut, melaksanakan
thawaf Ifadhah sebelum sa’i kecuali yang telah sa’i pada waktu thawaf qudum
(bagi yang melaksanakan haji ifrad atau qiran), maka setelah thawaf ifadhah
tidak diharuskan sa’i lagi.[10]
c. Rukun Umrah
Mengenai rukun
umrah juga terdapat perbedaan pendapat di kalangan fuqaha, di anatarnya adalah;
1) Menurut Mazhab Syafi'i ada
lima yaitu:
a) Ihram
b) Thawaf
c) Sa'i
d) Memotong/menggunting
rambut
e) Tertib
2) Menurut
Mazhab Maliki dan Hambali ada tiga, yaitu :
a) Ihram
b) Thawaf
c) Sa'i
3) Menurut
Mazhab Hanafi yaitu empat putaran thawaf, sedangkan yang tiga putaran lainnya
hukumnya wajib.[11]
Rukun haji atau umrah kalau ditinggalkan haji
atau umrahnya belum selesai (tidak sah).
3. Wajib Haji dan Umrah
Wajib haji atau umrah adalah sesuatu hal yang
apabila ditinggalkan sah haji atau umrahnya akan tetapi wajib membayar dam.
a. Pengertian Wajib
Menurut istilah adalah perbuatan yang apabila
dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan mendapat dosa.[13]
Wajib (haji/umrah) berbeda dengan rukun, karena
apabila wajib haji dan wajib umrah ditinggalkan hajinya tetap sah, akan tetapi
wajib membayar dam.
b. Wajib Haji
1) Menurut
Mazhab Hanafi ada lima, yaitu:
a) Sa'i
b) Mabit
(keberadaan) di Muzdalifah
c) Meluntar jamaah
d) Menggunting/
memotong rambut
2) Menurut
Mazhab Maliki ada lima, yaitu :
a) Mabit
(keberadaan) di Muzdalifah
b) Mendahulukan
meluntar jamrah aqabah dan menggunting rambut dan thawaf ifadhah pada hari Nahr
(10 Dzulhijjah)
c) Mabit di Mina
pada hari Tasyriq (11 s/d 13 Dzulhijjah)
d) Meluntar jamrah
pada hari Tasyriq
e) Menggunting/memotong rambut
3) Menurut
Mazhab Syafi'i ada lima, yaitu:
a) Ihram
b) Mabit di Muzdalifah
c) Meluntar jamrah
aqabah (10 Dzulhijjah)
d) Mabit di Mina dan meluntar jamrah pada hari hari Tasyriq
4) Menurut
Mazhab Hambali ada tujuh, yaitu :
a) Ihram dari miqat
b) Wukuf di Arafah sampai mencapai malam hari
c) Mabit di Muzdalifah
d) Mabit di Mina
e) Melontar jamrah
f) Memotong menggunting rambut
c. Wajib Umrah
Para fuqaha berbeda pendapat mengenai wajib
umrah;
1) Menurut
kalangan Syafi’iyah wajib umrah ada dua, yaitu ihram dari miqat dan menghindari
semua larangan-Iarangan ihram.[17]
2) Menurut
kalangan Hanafiyah, yaitu Sa’i di antara Shafa-Marwah dan memotong atau
mencukur sebagian rambut.[18]
Pada dasarnya sama dengan wajib haji menurut
tiap-tiap mazhab kecuali wukuf, mabit dan meluntar jamrah, karena hal ini hanya
ada dalam haji.
4. Sunat Haji dan Umrah
Menurut istilah
adalah amalan-amalan yang apabila dilaksanakan mendapatkan pahala dan apabila
ditinggalkan tidak dikenakan apa-apa.[20]
Sunat haji dan umrah akan diuraikan sesuai
dengan rangkaian masing-masing kegiatan dalam pelaksanaan ibadah haji dan
umrah, mulai ihram, thawaf, sa’i, bercukur, wukuf, mabit di Muzdalifah/Mina dan
meluntar jamrah serta menyembelih binatang (hadyu) dan amalan-amalan
lainnya yang akan dijelaskan secara rinci pada pembahasan selanjutnya.
1.2.menjelaskan macam-macam haji
Haji ada tiga macam,yaitu:tamattu’,Qiran
dan ifrad.
·
Tamattu, adalah melakukan amalan-amalan umrah terlebih dahulu pada
bulan-bulan haji,dan setelah selesai baru melakukan amalan-amalan haji
·
Ifrad,adalah melakukan haji terlebih dahulu,dan setelah selesai
dari amalan-amalan haji,ia melakukan ihram untuk umrah,dan (kemudian)melakukan
amalan-amalan umrah.
·
Qiran adalah berihram untuk haji dan umrah secara bersamaan.
1.3.mempratekan tata cara ibadah haji dan umroh
Berikut adalah
tata cara melakukian Ibadah Haji:
- Jika kita melakukan haji Ifrad atau Qiran, hendaklah kita berihram dari miqat yang anda lalui. Dan jika kita tinggal di daerah miqat, maka berihramlah menurut niat kita dari tempat tersebut. Dan jika kita melakukan haji Tamattu’, maka berihramlah dari tempat tinggal kita pada hari Tarwiyah, yaitu tanggal 8 Dzulhijjah. Mandilah dan pakailah wangi-wangian lebih dahulu sekiranya hal itu memungkinkan, kemudian kenakanlah pakaian ihram, lalu berniatlah dengan membaca:
- Kemudian keluarlah (tgl. 8 Dzulhijjah waktu Duha) menuju Mina. Lakukanlah Shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib, Isya dan Shubuh disana, dengan cara meng-qashar shalat yang empat raka’at (Dzuhur, Ashar, dan Isya) menjadi dua raka’at pada waktunya masing-masing.
- Apabila matahari telah terbit (waktuDuha) pada harikesembilan Dzulhijjah (tgl. 9 Dzulhijjah) esoknya, maka berangkatlah menuju Arafah dengan tanpa tergesa-gesa dan hindarilah jangan sampai mengganggu sesama jama’ah haji. Di Arafah lakukanlah Shalat Dhuhur dan Ashar dengan jama’ tqdim dan qashar dengan satu kali adzan dan dua kali iqamat. Tentang wukuf ini, kita harus yakin bahwa kita benar-benar telah berada dalam batas Arafah (bukan di luarnya). Dan perbanyaklah dzikir dan do’a, sambil menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangan, mencontoh apa yang dilakukan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Padang Arafah seluruhnya merupakan tempat wukuf, dan hendaklah kita tetap berada disana hingga matahari terbenam.
- Apabila matahari telah terbenam, berangkatlah menuju Muzdalifah dengan tenang sambil membaca talbiah, dan hindarilah jangan sampai mengganggu sesama muslim. Sesampainya di Muzdalifah, lakukanlah Shalat Maghrib dan Isya dengan jama’ dan qashar. Hendaklah kita menetap disana hingga melakukan Shalat Shubuh, perbanyaklah do’a dan dzikir hingga hari mulai tampak terang, sambil menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangan, mengikuti tuntunan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.
- Kemudian berangkatlah sebelum matahari terbit menuju Mina sambil membaca talbiah. Bagi yang udzur, seperti wanita dan orang-orang yang lemah, boleh berangkat menuju Mina pada malam itu juga setelah lewat pertengahan malam. Dan pungutlah di Muzdalifah batu-batu kecil sebanyak tujuh biji saja untuk melempar jumrah Aqabah. Adapun yang lain cukup kita pungut dari Mina. Demikian juga tujuh batu yang akan kita pergunakan untuk melempar jumrah Aqabah pada hari raya, tak mengapa bagi kita untuk memungutnya di Mina.
- Apabila telah tiba di Mina (10 Dzulhijja), lakukanlah hal-hal berikut:
- Lemparkan jumrah aqabah, yaitu jumrah yang paling dekat dengan Mekkah, dengan tujuh batu kecil secara berurut-turut sambil bertakbir pada setiap kali lemparan.
- Sembelihlah qurban jika kita berkewajiban melakukannya dan makanlah sebagian dagingnya, serta berikan sebagian besarnya kepada orang-orang fakir.
- Bercukurlah dengan bersih (gundul) atau pendekkan rambut kita, akan tetapi mencukur bersih lebih utama. Sedangkan bagi wanita cukup menggunting ujung rambutnya kira-kira sepanjang ujung jari. Lebih utama jika ketiga perkara ini dilakukan dengan tertib. Namun tak mengapa jika mendahulukan yang satu atas yang lainnya.
- Apabila kita telah selesai melempar jumrah dan mencukur, berarti kita telah melaksanakan tahallul Awwal, dan selanjutnya kita boleh mengenakan pakaian biasa dan melakukan hal-hal yang tadinya menjadi larangan ihram, kecuali brhubungan dengan istri.
- Kemudian (masih tgl. 10 Dzulhijjah) berangkatlah menuju Mekkah dan lakukanlah Thawaf Ifadah, setelah itu lakukanlah Sa’i jika kita melakukan haji Tamattu’, haji Qiran maupun haji Ifrad, akan tetapi kita belum melakukan Sa’i setelah Thawaf Qudum. Dengan demikian kita diperbolehkan melakukan hubungan suami istri (tahallul Tsani).
- Thawaf Ifadah ini boleh diakhirkan melakukannya sampai lewat hari-hari Mina, dan menuju Mekkah setelah melempar jumrah.
- Setelah Thawaf Ifadah pada hari Nahr, kemudian ke Mina. Bermalamlah disana pada hari Tasyrik, yaitu tgl. 11, 12, dan tgl. 13 dan tidak mengapa jika kita bermalam hanya dua malam saja.
- Lemparlah ketiga jumrah selama kita menetap dua atau tiga hari di Mina, setelah matahari tergelincir. Kita mulai dari Jumratul Ula, yaitu yang terjauh jaraknya dari Mekkah, kemudian Jumratul Wustha (tengah) dan selanjutnyaJumratul Aqabah, setiap jumrah dengan tujuh batu kecil secara berturut-turut sambil bertakbir pada setiap kali lemparan.
- Jika kita menghendaki untk menetap selama dua hari saja, hendaklah meninggalkan Mina sebelum matahari terbenam dihari kedua itu (Nafar Awwal). Dan jika matahari telah terbenam sebelum kita keluar dari Mina, maka hendaknya bermalam lagi pada malam hari ketiga itu (Nafar Tsani). Dan lebih utama hendaknya anda bermalam pada malam ketiga tersebut.
- Bagi yang sakit atau lemah, boleh mewakilkan kepada orang lain untuk melempar jumrah, dan bagi siapa yang mewakili (orang lain), boleh melempar untuk dirinya sendiri terlebih dahulu, kemudian untuk yang diwakilinya pada satu tempat jumrah.
- Apabila kita hendak kembali ke kampung halaman setelah menyelesaikan segala amalan haji, lakukanlah thawaf wada’, kecuali bagi wanita yang sedang haidh dan yang baru melahirkan (nifas).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar