BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
masalah
Perdagangan
adalah suatu yang terhormat didalam ajaran Islam, karena itu cukup banyak ayat
Al-Qur’an dan hadits Nabi yang menyebut dan menjelaskan norma-norma
perdagangan. Penghargaan Nabi Muhammad terhadap perdagangan sangat tinggi,
bahkan beliau sendiri adalah seorang aktivis perdagangan mancanegara yang
sangat handal dan terkenal. Sejak usia muda kiprah dalam dunia perdagangan
sangat bagus, sehingga beliau dikenal luas di Yaman, Syiria, Yordania, Iraq,
Basrah dan kota-kota perdagangan lainnya di Jazirah Arab.
Dalam
sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Al-Ashbahani, Rasulullah SAW bersabda,
“sesungguhnya sebaik-baik usaha adalah usaha perdagangan yang apabila mereka
berbicara tidak berdusta, jika berjanji tidak menyalahi, jika dipercaya tidak
khianat, jika membeli tidak mencela produk, jika menjual tidak memuji-muji
barang dagangan, jika berhutang tidak melambatkan pembayaran, jika memiliki
piutang tidak mempersulit””(HR. Baihaqi dan dikeluarkan oleh As-Ashbahani)
Rosulullah
telah memberikan contoh dalam membangun masyarakat Madinah melalui kegiatan
ekonomi dan perdaganga. Spirit reformasi yang dipraktekkan Nabi Muhammad SAW
bersama para sahabatnya dalam berhijrah, harus kita tangkap dan aktualisasikan
dalam konteks kekinian, suatu konteks zaman yang penuh ketidakadilan ekonomi,
rawan krisis moneter, kemiskinan dan pengangguran yang masih menggurita dibawah
system dan dominasi ekonomi kapitalisme.
B.
Rumusan masalah
Dari
latar belakang yang dijelaskan diatas, maka sesuai dengan Standar Kompetensi
kelas VII Semester I Sejarah Kebudayaan Islam yakni “Memahami sejarah Nabi Muhammad SAW periode
Madinah”. Maka dapat dirumuskan berbagai rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaiman
deskripsi sejarah Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan
ekonomi dan perdagangan?
2. Apa saja ibrah dari misi Nabi Muhammad SAW dalam membangun masyarakat melalui
kegiatan ekonomi dan perdagangan untuk masa kini dan yang akan datang?
3. Bagaimana semangat perjuangan Nabi dan para sahabat di Madinah yang harus kita teladani?
BAB
II
PEMBAHASAN
1.1 Mendeskripsikan sejarah Nabi Muhammad SAW
dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan
Kondisi
masyarakat Madinah yanh penuh dengan permusuhan dan kebencian antar suku, serta
perasaan perioritas kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya, menjadi
tantangan awal yang dihadapi Nabi setelah berhijrah. Untuk menghadapi kondisi
tersebut, Rasulullah memiliki strategi yang sederhana namun cukup ampuh, yaitu:
1.
Mempersaudarakan satu orang dengan orang lain
tanpa memperdulikan asal-usul mereka
Rasulullah
berusaha mempersatukan antara Abdurrahman bin Auf ra misalnya, dipersaudarakan
dengan seorang Anshor bernama Sa’ad bin Rabi’ ra. Sa’ad kemudian menawarkan
separuh hartanya kepada Abdurrahman sebagai perwujudan rasa cinta terhadap
saudara barunya. Namun beliau menolak
dan hanya minta ditunjukkan jalan menuju pasar untuk memulai bisnis.
2.
Melakukan upaya perbaikan akhlak pengikutnya
Saat
itu para sahabatnya masih banyak yang mewarisi mental jahiliyah, sebagai upaya
untuk melakukan proses transformasi social ditengah komunitas masyarakat
Madinah. Beliau menekankan pada setiap sahabatnya untuk berlaku sopan terhadap
siapa saja, saling menghormati, bekerja keras untuk mencukupi kebutuhannya dan
bukan dengan meminta-minta, serta keharusan membantu tetangga yang membutuhkan
tanpa memandang agama dan suku.
3.
Proses islah (perbaikan) terhadap berbagai suku
yang ada
Rasul
SAW menekankan perlunya toleransi
terhadap penganut agama lain, kebebasan untuk beribadah, perlindungan
terhadap tempat-tempat ibadah dan perlakuan
yang sama di depan hukum.
4.
Perjanjian bantu membantu
Penduduk
Madinah sesudah peristiwa hijrah itu terdiri atas tiga golongan yaitu: kaum
muslimin. Bangsa Yahudi dan bangsa Arab yang belum menganut Islam. Rasulullah
menciptakan suasana bantu membantu dan sifat toleransi antara golongan-golongan
tersebut.[1]
Untuk
memperkuat basis perubahan social yang telah berjalan, Rasulullah SAW melakukan
proses transformasi ekonomi dengan menjadikan masjid, jalur-jalur perdagangan
dan pasar sebagai sentra pembangunan Negara. Rasul menyadari bahwa kegiatan ekonomi
merupakan bagian yang tidak boleh diabaikan.
1.
Mendirikan masjid Nabawi
Sebelum
agama Islam datang telah menjadi kebiasaan bagi suku-suku Arab menyediakan
suatu tempat untuk pertemuan. Ditempat itu mereka mempertontonkan sihir,
mengadakan upacara perkawinan, berjual beli dan sebagainya.
Setelah
agama Islam datang, Rasulullah hendak mempersattukan suku-suku bangsa ini
dengan jalan menyediakan suatu tempat pertemuan. Ditempat ini semua penduduk
dapat bertemu untuk mengerjakan ibadah dan pekerjaan-pekerjaan atau
upacara-upacara lain. Maka Nabi mendirikan masjid, tatkala pembangunan slesai, Rasulullah memasuki pernikahan dengan
Aisyah pada bulan Syawwal. Sejak saat itulah Yastrib dikenal dengan Madinatur
Rasul atau Madinah al-Munawwarah. Kaum muslimin melakukan berbagai aktivitasnya
di dalam masjid ini baik beribadah, belajar, memutuskan perkara mereka, berjual
beli, maupun perayaan-perayaan. Tempat ini menjadi faktor yang mendekatkan di antara mereka.[2]
2.
Membuat jalur
perdagangan
Nabi Muhammad SAW, beserta umat
Islam juga membangun jembatan-jembatan yang menghubungkan lembah yang satu
dengan lembah lainnnya. Dengan demikian, masyarakat setempat dapat berhubungan
dengan masyarakat dari lembah yang berbeda.
3.
Menerapkan system ekonomi syari’ah
Sistem
ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah SAW berakar dari prinsip-prinsip
Qur’ani. Al-Qur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan
berbagai aturan sebagai petunjuk bagi
umat manusia dalam melakukan aktivitas di setiap aspek kehidupannya. Termasuk
di bidang ekonomi.
4.
Mendirikan pasar
Mengetahui
bahwa pasar di Madinah dikuasai orang-orang Yahudi, dan mereka berusaha untuk
menghalangi terhadap masuknya para pedagang Muslim, maka Rasulullah pun
merespon dengan segera membangun pasar baru. Maka terjadilah proses perubahan
penguasaan asset-aset ekonomi dari kaum Yahudi kepada kaum Muslimin. Meski
demikian, pasar kaum Muslimin ini terbuka bagi siapa saja. Tidak bisa seseorang
melakukan monopoli dan praktek-praktek yang merugikan lainnya.
5.
Memerintahkan mengeluarkan zakat
Pada
tahun kedua hijriyah, Allah SWT mewajibkan kaum Muslimin menunaikan zakat
fitrah pada setiap bulan Ramadhan. Besar zakat ini adalah satu sha’ kurma,
tepung, keju lembut, atau kismis; atau setengah sha’ gandum, untuk
setiap Muslim, baik budak atau orang merdeka, laki-laki atau perempuan, muda
atau tua, serta dibayarkan sebelum pelaksanaan shalat ‘Id. Setelah kondidi perekonomian kaum muslimin stabil, tahap
selanjutnya Allah SWT mewajibkan zakat mal (harta) pada tahun ke 9 H.
6.
Memerinthakan
mengeluarkan jizyah
Pada masa pemerintahannya Rasulullah
SAW menerapkan jizyah, yakni pajak yang dibebankan kepada orang-orang
non muslim, khususnya ahli kitab, sebagai jaminan perlindungan jiwa, harta
milik, kebebasan menjalankan ibadah serta pengecualian dari wajib militer.
Besarnya jizyah adalah 1 dinar pertahun untuk setiap orang laki-laki
dewasa yang mampu membayarnya.
Perempuan, anak-anak, pengemis, pendeta, orang tua, penderita sakit jiwa, dan
semua yang menderita penyakit dibebaskan dari kewajiban ini.
Pesatnya pembangunan di kota Madinah
menyebabkan adanya migrasi dari tempat lain. Masyarakat yang berada disekitar
wilayah Madinah berdatangan dengan tujuan berdagang atau tujuan yang lain.
Keadaan yang demikian menyebabkan Madinah menjadi kota terbesar di jazirah
Arab.
Pada masa ini masyarakat berkembang
menjadi masyarakat besar dan berkuasa. Hal ini menimbulkan kecemburuan pada
kelompok masyarakat Yahudi dan Nasrani. Mereka mulai memperlihatkan rasa tidak
suka. Agar permasalahan-permasalhan yang muncul tidak makin runyam, nabi
Muhammad SAW membuat peraturan untuk menata masyarakat.
Khusus masyarakat Islam, nabi
Muhammad SAW mempersaudarakan kaum muhajirin dan kaun anshor. Persaudaraan ini
berdasarkan agama yang menggantikan persaudaraan berdasarkan darah sehingga
suasana makin damai dan aman. Adapun kalangan masyarakat bukan islam diikat
dengan peraturan yang dibuat oleh nabi Muhammad SAW yang tertuang dalam Piagam
Madinah.
Piagam Madinah bukanlah hasil
pemikiran Nabi Muhammad SAW sendiri, tetapi merupakan hasil musyawarah dengan
para sahabat dari kaum anshor dan kaum muhajirin. Piagam madinah ini terdiri
dari 47 butir dan ditulis pada tahun 523 M atau tahun ke 2 H. Adapun diantara
isi piagam madinah adalah :
1.
Kaum muhajirin
dan quraisy sesuai keadaan (kebiasaan) mereka bahu membahu membayar diyat
diantara mereka dan mereka membayar tebusan tawanan dengan cara baik dan adil
diantara mukminin.
2.
Apabila kamu
berselisih tentang sesuatu, penyelesaiannya menurut (ketentuan) Allah Azza Wa
Jalla dan (keputusan) Muhammad SAW.
3.
Kaum Yahudi dan
bani ‘Awf adalah satu umat dengan mukminin. Bagi kaum Yahudi agama mereka, dan
bagi kaum muslimin agama mereka. Juga (kebebasan ini berlaku) bagi
sekutu-sekutu dan diri mereka sendiri, kecuali bagi yang dzalim dan jahat. Hal
demikian akan merusak diri dan keluarga (Nourouzzaman Shiddiqi : 1996 : hlm.
90)
4.
Masyarakat
muslim dan Yahudi akan hidup berdampingan dan bebas menjalankan agamanya
masing-masing.
5.
Apabila salah
satunya diperangi musuh, yang lain wajib membantu
Akan tetapi piagam madinah ini hanya
berlaku beberapa saat saja. Pada tahun ke 5 H orang-orang Yahudi membuktikan
dirinya sebagai orang yang tidak setia berpegang kepada janji. Dalam perang
khandaq orang-orang Yahudi tidak mau ambil bagian dalam mempertahankan negara
(Madinah) dari serangan musuh, bahkan mereka bekerjasama dengan musuh,
menggerogoti kekuatan negara dari dalam.[3]
1.2 Mengambil ibrah dari misi Nabi Muhammad
SAW dalam membangun masyarakat melalui kegiatan ekonomi dan perdagangan untuk
masa kini dan yang akan datang
Dalam
mempelajari sejarah islam akan bertemu contoh-contoh yang indah, yang patut
dijadikan suri tauladan dalam hidup kita sehari-hari. Akan bertemu akhlak dan
budi pekerti yang patut kita petik faidah yang amat besar dari padanya.
Mengambil i’tibar dan faidah dari peristiwa-peristiwa sejarah, adalah tujuan
utama dalam mempelajari sejarah.
Perjalanan
rasul didalam membangun perekonomian Madinah, maka ada tiga hal mendasar yang
harus mendapat perhatian, jika kita ingin menerapkannya dalam konteks sekarang
ini. Ketiga hal tersebut adalah landasan filosofis, prinsip operasional, dan
tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah sistem ekonomi.
1. Secara filosofis
Sistem ekonomi syari’ah adalah
sebuah sistem ekonomi yang dibangun diatas nilai-nilai islam, dimana prinsip
tauhid yang mengedepankan nilai-nilai ilahiyyah menjadi “inti” dari sitem ini.
Ekonomi bukanlah sebuah keadaan yang berdiri sendiri, melainkan sebuah bagian
kecil dari ibadah kepada Allah SWT. Rasulullah telah berhasil menanamkan secara
kuat didalam benak para sahabat bahwa berekonomi pada hakekatna adalah
beribadah kepada Allah. Sehingga, sebagai sebuah ibadah, ada rambu-rambu yang
harus ditaati agar dapat diterima di sisi Allah SWT. Adapun diantara
syarat-syaratnya antara lain:
a.
Setiap
perdagangan harus didasari sikap saling ridha si antara dua pihak, sehingga
para pihak tidak meraa dirugikan atau di zalimi.
b.
Jujur baik
dalam hal takaran ataupun timbangan
c.
Prinsip
larangan riba
d.
Prinsip kasih
sayang, tolong menolong dan persaudaraan antar sesame manusia
e.
Dalam kegiatan
perdagangan tidak melakukan investasi pada usaha yang diharamkan. Demikian pula
komoditas perdagangan haruslah produk yang halal dan baik.
2.
Prinsip
operasional
Salah satu prinsip utama berjalannya
system ekonomi syariah pada tataran operasional adalah prinsip keadilan. Islam
adalah adil dan adil itu adlah Islam. Diharamkannya bunga juga dalam bingkai
keadilan. Jika mekanisme pasar berjalan dalam bingkai keadilan, maka intervensi
pemerintah tidak diperlukan. Intervensi malah justru menciptakan ketidakadilan.
3.
Tujuan yang
ingin dicapai dalam sebuah system ekonomi
System ekonomi Islam juga menjamin
keselarasan antara pertumbubuhan ekonomi dan keadilan distribusi. Tingginya
pertumbuhan ekonomi tidak otomatis menjamin adilnya distribusi pendapatan. Bahkan
sebaliknya, keduanya sering bertolak belakang. Disinilah indahnya ajaran Islam.
Di satu sisi, ia mendorong pengikutnya untuk mencari rejeki dan karunia Allah.
Tetapi di sisi lain, ia pun mengingatkan pengikutnya untuk memiliki kepedulian
terhadap sesame manusia. Bentuk kepedulian tersebut antara lain melalui
mekanisme zakat, infak dan shadaqah yang berfungsi sebagai penjamin keadilan
distribusi pendapatan dan kekayaan. Disinilah letak keseimbangan ajaran Islam.[4]
1.3 Meneladani semangat perjuangan Nabi dan para
sahabat di Madinah
Kedatangan Nabi saw. ke Madinah menandai dimulainya
kehidupan politik umat Islam dalam bentuk tatanan masyarakat dan negara, yaitu
negara Madinah. Di madinah ini lahir masyarakat Islam yang bebas dan merdeka di
bawah kepemimpinan Nabi saw.
Di zaman sekarang ini masyarakat yang dibangun Nabi saw.
di Madinah itu dikenal dengan sebutan masyarakat madani. Masyarakat madani
(al-mujtama’ al-madaniy) dapat dipahami sebagai masarakat yang beradab,
masyarakat sipil, dan masyarakat yang tinggal di suatu kota yang penuh dengan
kompleksitas dan pluralitas. Masyarakat Madinah adalah masyarakat plural yang
terdiri atas berbagai suku, golongan, dan agama. Islam datang ke Madinah dengan
bangunan konsep ketatanegaraan yang mengikat aneka ragam suku, konflik, dan
perpecahan.
Negara Madinah dibangun di atas dasar ideologi yang mampu
menyatukan jazirah Arab di bawah bendera Islam. Ini adalah babak baru dalam
sejarah politik di Jazirah Arab. Islam membawa perubahan radikal dalam
kehidupan individual dan sosial madinah karena kemampuannya memengaruhi
kualitas seluruh aspek kehidupan. Prinsip-prinsip dasar politik dalam membangun
negara Madinah ini kemudian diabadikan dalam bentuk piagam yang sekarang
disebut Piagam Madinah.
a.
Prinsip-prinsip Masyarakat Madani
Menurut al-Umari (1995), ada beberapa prinsip dasar yang
dapat diidentifikasi dalam pembentukan masyarakat madani, di antaranya adalah
1. sistem
muakhkhah.
Muakhkhah berarti
persaudaraan. Islam memandang orang-orang muslim sebagai saudara (Q.S al-Hujurat
:10).
“orang-orang
beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah
hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat”.
Membangun suatu hubungan persaudaraan yang akrab dan
tolong-menolong dalam kebaikan adalah kewajiban bagi setiap muslim. Sistem
persaudaraan ini dibangun Nabi saw. sejak beliau masih berdomisili di Mekah
atas dasar kesetiaan terhadap kebenaran dan saling menolong. Setelah nabi saw.
di Madinah, sistem ini terus dimantapkan sebagai modal untuk membangun negara
yang kuat. Persaudaraan antara kaum Muhajirin (pendatang dari Mekah) dan Ansar
(penduduk asli Madinah) segera dijalin oleh nabi saw.
Sistem Muakhkhah ini dirumuskan dalam perundang-undangan
resmi. Perundang-undangan ini menghasilkan hak-hak khusus di antara kedua belah
pihak (Muhajirin dan Ansar) yang menjadi saudara, sampai-sampai ada yang saling
mewarisi meskipun tidak ada hubungan kekerabatan.
2.
Ikatan iman
Islam menjadikan ikatan iman sebagai dasar paling kuat
yang dapat mengikat masyarakat dalam keharmonisan, meskipun tetap membolehkan,
bahkan mendorong bentuk-bentuk ikatan lain, seperti kekeluargaan sepanjang
tidak bertentangan dengan prinsip agama. Masyarakat Madinah dibangun oleh Nabi
saw. di atas keimanan dan keteguhan terhadap Islam yang mengakui persaudaraan
dan perlindungan sebagai suatu yang datang dari Allah, Rasul-Nya dan kaum
muslimin semuanya.
3.
Ikatan cinta
Nabi saw. membangun masyarakat Madinah atas dasar cinta
dan tolong-menolong. Hubungan antara sesama mukmin berpijak atas dasar saling
menghormati. Orang kaya tidak memandang rendah orang miskin, tidak juga
pemimpin terhadap rakyatnya, atau yang kuat terhadap yang lemah. Fondasi cinta
ini dapat diperkukuh dengan saling memberikan hadiah dan kenang-kenangan.
Dengan cinta inilah masyarakat Madinah dapat membangun masyarakat yang kuat.
4.
Persamaan si kaya dan si miskin
Dalam masyarakat Madinah si kaya dan si miskin mulai
berjuang bersama atas dasar persamaan Islam dan mencegah munculnya kesenjangan
kelas dalam masyarakat.
5.
Toleransi umat beragama.
Toleransi yang dilaksanakan pada masyarakat Madinah
antara sesama agama (Islam), seperti yang dilakukan antara kaum Muhajirin dan
kaum Ansar, dan adakalanya antara kaum muslimin dengan kaum Yahudi yang berbeda
agama. Toleransi ini diikat oleh aturan-aturan yang kemudian terdokumentasi
dalam Piagam Madinah.
Itulah lima prinsip dasar yang dibuat oleh Nabi saw.
untuk mengatur masyarakat Madinah yang tertuang dalam suatu piagam yang
kemudian dikenal dengan nama Piagam Madinah. Masyarakat pendukung piagam ini
memperlihatkan karakter masyarakat majemuk, baik ditinjau dari segi etnis,
budaya, dan agama. Di dalamnya terdapat etnis Arab Muslim, Yahudi, dan Arab Non
Muslim.
b. Hal-hal
yang Dapat Diteladani
Nabi saw. membangun masyarakat Madinah yang berperadaban
memakan waktu yang cukup lama, yakni sepuluh tahun. Beliau membangun masyarakat
yang adil dan terbuka dengan landasan takwa kepada Allah swt. Dan taat kepada
ajaran-Nya.
Setelah Nabi saw. wafat, masyarakat madani warisan Nabi saw. hanya berlangsung selama tiga puluh tahun masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Sesudah itu, sistem sosial masyarakat madani digantikan dengan sistem lain yang lebih banyak diilhami oleh semangat kesukuan Arab pra-Islam, yang kemudian dikukuhkan dengan sistem dinasti keturunan. Sistem ini bahkan masih dipraktikkan di beberapa negara Islam sekarang ini.
Setelah Nabi saw. wafat, masyarakat madani warisan Nabi saw. hanya berlangsung selama tiga puluh tahun masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Sesudah itu, sistem sosial masyarakat madani digantikan dengan sistem lain yang lebih banyak diilhami oleh semangat kesukuan Arab pra-Islam, yang kemudian dikukuhkan dengan sistem dinasti keturunan. Sistem ini bahkan masih dipraktikkan di beberapa negara Islam sekarang ini.
Dalam rangka menegakkan masyarakat madani, Nabi saw.
Tidak pernah membedakan antara ”orang atas”,”orang bawah”, atau keluarga
sendiri. Nabi saw. Bersabda bahwa hancurnya bangsa-bangsa di masa lalu adalah
karena jika ”orang atas” yang melakukan kejahatan dibiarkan, tetapi jika ”orang
bawah” melakukannya pasti dihukum. Oleh karena itu, Nabi saw. Menegaskan, jika
Fatimah, putri kesayangannya, melakukan kejahatan maka beliau akan menghukumnya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Masyarakat madani tidak akan terwujud jika hukum tidak
ditegakkan dengan adil, yang dimulai dengan ketulusan pribadi. Masyarakat
berperadaban memerlukan pribadi-pribadi yang dengan tulus mengingatkan jiwanya
kepada wawasan keadilan.
Jika kita perhatikan apa yang terjadi dalam kenyataan
sehari-hari, jelas sekali bahwa nilai-nilai kemasyarakatan yang terbaik
sebagian besar dapat terwujud hanya dalam tatanan hidup yang kolektif yang
memberi peluang kepada adanya pengawasan sosial. Tegaknya hukum dan keadilan
mutlak memerlukan suatu bentuk interaksi sosial yang memberi peluang bagi
adanya pengawasan itu. Pengawasan sosial adalah konsikuensi langsung dari
iktikad baik yang diwujudkan dalam tindakan kebaikan. Selanjutnya, pengawasan
sosial tidak mungkin terselenggara dalam suatu tatanan sosial yang tertutup.
Amal saleh atau kegiatan demi kebaikan dengan sendirinya berdimensi kemanusiaan, karena berlangsung dalam suatu kerangka hubungan sosial dan menyangkut orang banyak.
Amal saleh atau kegiatan demi kebaikan dengan sendirinya berdimensi kemanusiaan, karena berlangsung dalam suatu kerangka hubungan sosial dan menyangkut orang banyak.
Dengan demikian, masyarakat Madani akan terwujud hanya
jika terdapat cukup semangat keterbukaan dalam masyarakat. Keterbukaan adalah
konsekuensi dari perikemanusiaan, suatu pandangan yang melihat sesama manusia
secara positif dan optimis. Ajaran kemanusaiaan yang suci itu membawa
konsekuensi bahwa kita harus melihat sesama manusia secara optimis dan positif,
dengan menerapkan prasangka baik (husnuzan), kecuali untuk keperluan
kewaspadaan seperlunya dalam keadaan tertentu. Tali persaudaraan sesama manusia
akan terbina antara lain jika dalam masyarakat tidak terlalu banyak prasangka
buruk (suuzan) akibat pandangan yang pesimis dan negatif kepada manusia.[5]
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Rasulullah
memiliki strategi yang sederhana namun cukup ampuh untuk menghadapi kondisi
masyarakat Madinah yanh penuh dengan permusuhan dan kebencian antar suku, serta
perasaan perioritas kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya
2. Pesatnya pembangunan di kota Madinah menyebabkan adanya migrasi dari
tempat lain. Masyarakat yang berada disekitar wilayah Madinah berdatangan
dengan tujuan berdagang atau tujuan yang lain.
3.
Perjalanan
rasul didalam membangun perekonomian Madinah, maka ada tiga hal mendasar yang
harus mendapat perhatian, jika kita ingin menerapkannya dalam konteks sekarang
ini. Ketiga hal tersebut adalah landasan filosofis, prinsip operasional, dan
tujuan yang ingin dicapai dalam sebuah sistem ekonomi.
4. Masyarakat
Madani akan terwujud hanya jika terdapat cukup semangat keterbukaan dalam
masyarakat. Keterbukaan adalah konsekuensi dari perikemanusiaan, suatu
pandangan yang melihat sesama manusia secara positif dan optimis.
[1] Fuad M.
Fahruddin, Perkembangan Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang), 1985
[2] Ahmad
al-Usairy, Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, (Jakarta:
Akbar Media Eka Sarana), 2003, hlm. 105
[3] Fuad M. Fahruddin,
op. cit
[4] Maman A.
Malik, dkk, Pengantar Sejarah Kebudayaan Islam, Pokja Akademik UIN
Jogyakarta, 2005
[5] As- Syibaie Mustafa, Dr. Syirah Nabawi. 1995.
Irsyad baitussalam. Jakarta.
hello
BalasHapusApa itu misi dakwah sembunyi sembunyihdbhe
BalasHapus